Skip to main content

Tidak Beruntung?


Beberapa waktu terakhir aku berulang kali membuat penawaran terhadap diri sendiri. Melawan ego, memenangkan hati. Menjawab setiap pertanyaan bingung keluarga dan teman-teman dengan senyuman dan pembelaan terhadap kamu. Menjadi semandiri ini dan melatih diri untuk tak terlalu berharap banyak akan hadirmu. Namun jika boleh jujur, ini menyakitiku.

Sampai pada saat dimana aku berada di titik terendah seperti saat ini. Dan kehadiranmu yang menjadi harapanku, harus ku patahkan lagi dan lagi seperti sebelum-sebelumnya. Mengharapkanmu hanyalah suatu kesia-siaan. Membutuhkanmu pun tak seharusnya lagi ku lakukan. Dimana untuk pertama kalinya aku mengalami ketakutan yang luar biasa sampai tangis kerasku di tengah ancaman pun tak mampu kau taklukan. Konyolnya, aku masih berusaha menjadi tulang punggungmu di saat runtuhnya keadaan.

Aku merasa ditampar oleh diriku sendiri ketika lagi-lagi membuat pembelaan dan penawaran tentang kamu. Meyakini yang lainnya bahwa aku mampu melakukan apapun itu tanpa kamu. Beralasan bahwa kesibukan adalah alasan dari ketidakhadiranmu. Sayang, keadaan ini tak mampu jika dilakukan secara terus-terusan dan berkelanjutan. Aku mulai iba dengan diriku sendiri. Apakah status kita tak berarti apa-apa melainkan hanya sebuah pajangan?

Berulang kali aku mencoba mengutarakan namun yang ada hanyalah pembelaan diri lalu memaki. Aku tak pernah bisa bersanding dengan waktu yang mampu membuatmu bisa mnedengarkanku dengan rasa sayangmu. Kamu bahkan tak memikirkan kata maaf. Aku yang memikirkan keadaanmu sepanjang waktu sampai tega untuk terus melakukan pembelaan dan penawaran, adakah kamu pikirkan? Tentu tidak. Yang kamu simpulkan hanya tentang aku yang tidak mampu mengerti kondisimu. Dan kebodohanku adalah mempertahankanmu. Di luar itu semua aku masih terus meyakini, kamu masih menjadi yang terbaik yang pernah aku miliki.

Aku tidak mengumumkan kepada dunia bahwa kamu tak punya upaya. Pun tak punya usaha. Tentu kamu masih punya itu semua. Kamu masih menjadi yang terbaik. Hanya saja, saat ini aku terpukul luar biasa. Dan untuk pertama kalinya, aku merasa..

memiliki kamu adalah suatu ketidak-beruntungan bagiku.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...