Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
yang lebih produktif, tak banyak hal yang terjadi di tahun 2020. Namun bukan
dalam artian bahwa 2020 tidak berarti. Justru lebih dari itu.
Mengawali tahun 2020 dengan penuh kegamangan
menjadi ujung dari sebuah perjalanan panjang yang sudah ku jalani dan ku taruh
harapan penuh padanya selama 8 tahun. 2020 menjadi saksi bagaimana aku hampir
gila dibuatnya. 2020 pulalah yang membuat menghentikan ekspektasiku untuk
menyandang gelar dokter di tahun itu juga. 2020 yang menjadi cerita bagaimana
pandemi mengubah dunia. Kita semua.
Kami sempat menjalani aktivitas seperti biasa
dari awal tahun sampai Februari. Hingga awal Maret kasus COVID-19 mulai masuk
ke Kalimantan dan segala kegiatan praktik klinik pun dihentikan sementara
“sampai batas waktu yang tidak dtentukan”. Kecewa, iya. Tapi mau bagaimana
lagi? Kabar berita yang merebak di media, membuatku tak kalah meratap menyadari
kondisi dunia yang benar-benar menakutkan. Menggugurkan para pahlawan
kesehatan, saudara-saudara yang masih punya harap akan hidup yang panjang, dan
yang ditinggalkan menjalani kesedihan berkepanjangan. Naas. Satu persatu
tempat-tempat umum mulai di tutup. Ekonomi merosot. Bingung, bagaimana setiap
kepala mencoba mengganti rencana hingga menutupi kekurangan dana.
Setelah memastikan diri aman; karena sebelumnya
banyak menjalani waktu di Rumah Sakit, aku pun pulang. Pulang ke kampung
halaman. Dalam keadaan yang seperti ini, berada dekat dengan keluarga adalah
satu-satunya jalan agar aku bisa tenang dan tak merasa sendirian tercekam.
Alhamdulillah, selama pandemi orang tua dan
adik-adik di rumah dalam keadaan sehat. Patuh terhadap protokol kesehatan dan
menjaga asupan dengan baik. Tapi tentu saja usaha masih terdampak. Aku yang tak
punya kegiatan apa-apa, juga adik pertamaku, akhirnya atas saran kakak pertama,
kami mulai membuka usaha kecil-kecilan. Usaha yang dimulai tak seberapa. Dengan
skill memasak yang juga bisa dibilang dari 0, pelan-pelan kami bangun,
pelan-pelan kami promosikan. Usaha tersebut kami namakan adacemilan.
Alhamdulillah, meski pencapaian lain terhambat
karena pandemi, satu usaha kecil ini membuat kami senang karena meski hanya
#dirumahsaja , kami bisa melakukan hal yang kiranya bermanfaat walau hanya
untuk menutupi uang jajan sendiri. Setidaknya tak terlalu memberatkan harus
meminta uang jajan dengan orang tua yang mulai saat itu pun harus berpikir
keras untuk membuat perencanaan keuangan di tengah pandemi yang memuakkan.
Hari ke hari hingga bulan ke bulan, kami semakin
menyenangi adacemilan. Bahkan hingga sampai saat ini kami pun masih
menjalaninya dengan senang.
Bulan September, saat kondisi mulai kondusif,
meski pandemi masih tak bisa dihentikan, aku mulai kembali masuk Rumah Sakit
untuk praktik. Tentunya dengan proteksi yang lebih dari sebelum pandemi. APD
level 2 pun menjadi pakaian sehari-hari. Pengap, gerah, tak nyaman. Tapi harus
dibiasakan.
Cerita lain di luar pandemi, tentang hal besar
lainnya, setelah membuat suatu keputusan panjang dari 2019 hingga 2020, aku
bertekad bulat untuk mengakhiri hubungan yang sudah ku jalani 8 tahun lamanya.
Hubungan yang sudah sangat matang dan tinggal menunggu waktu agar kami bisa
sama-sama stabil penghasilan, dengan segala perencanaan, ternyata Tuhan tak
sejalan. Aku membuat keputusan bukan berdasar pada keegoisan semata, tapi makna
lain yang luar biasa aku tak bisa menolaknya. Jika diceritakan dengan lebih,
mungkin postingan ini akan lebih mirip buku diary. Hanya saja yang bisa aku kenang
dan aku bagi, bahwa apapun yang pernah aku punya dan bahagia karenanya, hampir
gila setelah kehilangannya, Tuhan tidak setega itu membuat rentetan panjang
cerita menyedihkan.
Allah maha baik, didekatkanlah aku dengan
seseorang yang sebenarnya sudah sangat dekat dengan hari-hariku. Dibuat-Nya lah
segala doa orang tuaku menjadi nyata. Satu persatu pinta yang ada dalam sujud
orang tuaku diwujudkan-Nya, ada dalam 1 orang yang sama. Dan Alhamdulillah,
karenanya jugalah aku masih bisa waras menghadapi 2020 ini. Masih dalam keadaan
sehat dan masih bisa mencintai diri sendiri.
Di tahun 2020 jugalah kesenangan luar biasa lain
datang menghampiri. 2 sahabat yang benar-benar penting akhirnya melepas status
lajang. Yang pertama di bulan April dan kedua di bulan September. Tak bisa
dipungkiri aku turut berbahagia sebahagia-bahagianya. Dan di akhir 2020 pulalah
aku mendapat kabar 2 sahabatku lainnya; memberitahukan akan menikah juga di
awal tahun 2021. Tentu saja aku tambah bahagia. Jadi, tak ada alasan untukku
menyebutkan bahwa 2020 hanya penuh dengan kesedihan.
Dalam beberapa tahun ke depan, atau pada setiap
tahun aku akan membuka dan membaca postingan ini, mungkin bisa ku katakan saat
ini bahwa 2020 benar-benar berarti. Meski sempat banyak diam dan melakukan
kegiatan #dirumahsaja , namun sepertinya justru banyak cerita suka-duka yang
bisa ku kenang lebih dalam dibanding tahun-tahun sebelumnya. Banyak hal yang
pergi dan kemudian datang tanpa pernah ku duga. Banyak hal buruk yang kemudian
diganti dengan hal yang lebih baik. Dan tentunya pelajaran hidup yang mungkin
tak bisa ku temukan di tahun-tahun yang lain.
All is good even tho the bad ones comes within
it.
Terima kasih, 2020. Atas kesehatan, kebersamaan, suka hingga duka yang masih ada. Dan akan selalu ku syukuri sebagaimana aku selalu mengingatnya.

Comments