Sudah 2 hari ini, keponakan kecilku yang berumur 9 tahun, sepasang; laki-laki dan
perempuan, menginap di rumah karena sekolah mereka telah libur. Aku meminta
mereka untuk menginap setelah beberapa hari lalu; ketika mereka hanya datang
untuk berkunjung sebentar. Sampai kemudian aku meminta kakak sepupuku untuk
mengantarkan mereka kembali keesokan harinya. Untuk menginap. Aku yang jarang
pulang kampung karena kepadatan kuliah, tak ayal tentu merasa rindu pada
mereka.
Jarak rumah orang tuaku dengan kakak sepupuku ini
sebenarnya tidaklah jauh. Kira-kira hanya sekitar kurang dari 2 jam lewat darat
dan kurang dari 1 jam jika menyebrangi sungai menggunakan kendaraan air. Tetapi
kami cukup jarang ke sana karena kesibukan. Kecuali untuk acara dan hari-haru
besar. Hanya kakak sepupu-ku dengan anak-anaknya lah yang bisa datang ke rumah
karena memang tempat tinggal kami berada di pusat kota. Sehingga ketika mereka
akan pergi belanja atau membeli keperluan, mereka akan singgah di rumah.
Alghi; adik laki-laki tunggal dan bungsu-kami, sudah 3
hari berangkat berlibur ke luar kota, ke tempat kakak tertua-ku sekaligus
tempat adik perempuanku berkuliah. Ya, kami berempat bersaudara. Jadi mereka
bertiga berkumpul di sana, sedang aku menemani kedua orang tuaku di rumah. Tak
ikut, mempertimbangkan aku yang baru saja pulang kampung dan masih
rindu-rindunya untuk tinggal di rumah dan berkumpul dengan kedua orang tua-ku.
2 hari ini aku cukup terhibur dengan kehadiran 2 anak krucil ini.
Seperti anak kembar. Walau sering kali bertengkar, mereka juga akan saling
mencari jika tidak sedang bersama. Kata ibu-nya, mereka tak dapat dipisahkan.
Terlihat sekali, jika salah satu di antara mereka harus tinggal di rumah,
sedangkan yang satunya datang ke tempat kami, mereka seperti kehilangan saja. He
he. Lucunya, mereka juga satu sekolah, satu kelas, dan satu bangku
(sepasang) di kelas. Mereka saat ini duduk di kelas 4 SD. Lucu sekali. Di sini,
mereka juga menemaniku tidur ketika aku bahkan meminta mereka berdua atau salah
satu diantara mereka untuk tidur di kamar Alghi saja yang sekarang sedang
kosong. Namun, keduanya menggeleng dan hanya meminta untuk tidur bersama-sama
denganku saja.
Nah, poin
dari tulisan ini bukan tentang di atas. Tentu tentang resah yang mengganggu dan
terasa agak menampar batinku.
Beberapa hari mereka menginap, tentu aku tak seperti
biasa yang akan langsung makan ketika ingin makan. Jadi aku tak bisa hanya
memikirkan persoalan perutku saja dan mama pun selalu mengingatkan untuk
mengajak mereka setiap kali aku akan makan, menyiapkan mereka, dan
memperhatikan mereka jika membutuhkan sesuatu. Karena aku pun hanya tinggal
bertiga di rumah dengan mereka apabila kedua orang tuaku pergi bekerja. Dan,
ya.. Sebagai anak-anak yang dulu mungkin masa anak-anak-nya lumayan jauh berbeda
dengan mereka, aku cukup wow dengan tindakan mereka setiap kali ketika aku
mulai menyiapkan makan untuk mereka. Mereka akan mendatangiku ke ruang makan.
Sedangkan sebelumnya aku hanya mendatangi mereka di kamar untuk menanyakan
makan dan meminta mereka diam di kamar saja sampai sajian makan mereka siap
lalu ku panggil. Namun, tidak. Mereka, terutama yang cewek, akan
datang melihatku yang mulai mengambil nasi. Dia akan menanyakan, apakah
piringnya sudah lengkap? Mendapat sahutanku bahwa semua piring sudah ku
siapkan, dia kemudian berlalu untuk mengambil gelas, menatanya di meja,
mengambil air minum, menuangkannya di setiap gelas, mengatur kursi makan,
mengambil lauk yang sudah di masak di lemari, dan menatanya lagi. Aku trenyuh,
karena.. sebagai anak yang pada saat di usia sama dengan mereka, yang terbilang
biasa ‘disediakan’, aku merasa malu terhadap diriku sendiri. Bahkan, ketika
selesai makan, tentu aku akan bersuara, kalau sudah makan tinggalkan saja.
Maksudnya, mereka bisa kembali lagi ke kamar atau bermain, sehingga biar aku
yang membereskan sisanya. Namun, lagi-lagi, tidak. Mereka berdua akan
membereskan bekas makan mereka, mengantar piring kotor ke tempat cucian,
mengembalikan botol minuman ke kulkas, membersihkan sisa nasi yang berceceran.
Aku cukup tercengang, karena sikap sopan mereka tak hilang meskipun mengingat
kami juga cukup dekat dan menganggap mereka sudah seperti adik sendiri. Aku tak
juga bilang bahwa aku tak pernah bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua, he
he. Hanya saja, jika melihat bagaimana hidup mereka yang ‘lumayan’
keras dibanding aku dulu, dan tentu dengan keadaan jaman sekarang di mana aku
pun cukup sering melihat anak-anak seusia mereka di lingkunganku yang sudah ala-ala kekinian.
He he. Ya begitu lah, saya agak suudzon memang. Ck ck. Pagi ini, aku lebih
telat bangun dari mereka berdua. Dan ketika aku bangun, mereka yang sudah mandi
pun datang membantuku untuk melipat selimut juga membereskan tempat tidur.
Siang hari, saat aku sedang berkutat dengan hp-ku, mereka
mulai menghidupkan mic untuk karaoke di kamar. Lalu bernyanyi-nyanyi. Bermacam
genre mereka nyanyikan, ha ha. Sampai.. ada 1 lagu yang mereka putar dan
nyanyikan berulang-ulang. Yang cowok, menyanyikannya dengan rasa penuh
penghayatan. Sampai membuatku terkesiap untuk mendengarkan setiap liriknya.
Dan.. hatiku terasa terpukul saat itu juga..
Sesaat sebelum memulai tulisan ini, aku pun mencari si
penyanyi dan liriknya. Mengetikkan lirik yang ku dengar ke kolom keyword
google. Entah dari mana mereka tahu lagu tersebut. Yang pasti, ini kali pertama
aku mendengarnya.
Setelah lirik ku masukkan ke mesin pencarian, keluarlah
nama penyanyi “LAONEIS BAND” dengan judul lagu “Kenangan Masa Kecil-ku”.
Begini liriknya; yang begitu mengganggu hingga membuat
hatiku terasa terpukul karena dinyanyikan oleh kedua keponakanku yang masih
kecil-kecil.
tak kuasa ku ingat masa kecilku
hidup tanpa belaian ayah ibu
berlinang air mata di pipiku
melihat bahagianya temanku
air mata menjadi saksi bisu
tentang perpisahan keluarga kecilku
hancurlah semua kebahagiaanku
ku dibesarkan orang tua ayahku
semoga ayah mengerti perasaanku
yang haus kasih sayangmu
untuk ibu tahukah hati kecilku
ku menangis di setiap tidurku
bila waktu dapat ku putar kembali
ku ingin seperti dulu
ayah ibu selalu ada di sisiku
kini jadi kenangan hidupku
2 orang anak usia 9 tahun, menyanyikan lagu ini
berulang-ulang. Dengan keadaan mereka yang sekarang. Aku menjadi salah satu
orang yang merasakan kepedihan mereka di usia mereka yang sedini ini.
Aku; sebagai orang yang sejak kecil tak pernah kekurangan
kasih sayang, aku tentu bukanlah apa-apanya ketika berada di usia yang sama
dengan mereka. Kedua keponakan kecilku ini, di usia mereka yang harusnya sedang
berlimpahnya kasih sayang dari orang tua, sudah harus menjadi saksi dari
perpisahan kedua orang tuanya. Dengan perkara yang tak gampang. Dengan
perdebatan hingga pertengkaran sampai pada perpisahan kedua orang tuanya,
mereka berdua sudah mengalami masa itu. Hingga di tahun berikutnya harus
mengetahui ayah mereka pergi dengan wanita lain, dan menjalani hari dengan ibu
mereka yang membesarkan mereka dengan penghasilan yang tak seberapa. Hingga
tiba di tahun ini, terhitung sudah beberapa bulan sampai sekarang, mereka masih
menjadi 2 anak kecil yang harus kembali menerima seseorang yang baru untuk ibu
mereka. Ayah baru untuk mereka, yang juga siap untuk menemani perjalanan
mereka. Yang hingga hari ini, tak bisa mereka panggil ‘ayah’.
Pelik dari setiap perseteruan yang kerap kali ku dengar,
merupakan tantangan yang tak mudah untuk 2 anak kecil seusia mereka. Meskipun
begitu, setiap kali kami berjumpa, ketika mereka datang ke rumah, mereka tak
pernah memperlihatkan kesedihan mereka. Mereka akan terus tertawa dan saling
bercanda. Bercerita banyak hal tentang sekolah mereka dan prestasi yang mereka
dapatkan. Ah, kalian benar-benar membanggakan.
Aku pikir, aku hanya akan melihat cerita di atas dari
film dan sinetron saja. Atau, drama dari sebuah keluarga selebrita. Dan
nyatanya, ini cerita yang nyata ada di lingkup hidupku. Dan tentu, cerita
mereka di atas adalah suatu pelajaran bagiku. Dimana aku harus bisa terus
memberi kasih dan bersyukur. Kakak sepupuku; ibu mereka, adalah seseorang yang
dulu saat masa kecilku terbilang sering merawatku, ketika setiap kali kedua
orang tuaku sibuk sehingga aku harus dititipkan ke rumah mereka. Saat kakakku
dulu masih di usia muda, baru menikah, dan masih belum memiliki anak. Maka, aku
pun ingin memberi kasih yang sama atau kalau pun bisa.. lebih.. untuk anak-anak
kakak sepupu-ku ini.
Cerita ini, ku tulis, sebagai sebuah pengingat, untukku.
Pengingat dimana aku harus bisa untuk terus peduli, tidak egois, tidak bersedih
meski terluka, terus bersyukur, terus memberi kasih, dan kalau bisa.. insya
Allah.. amin.. ketika aku sudah bekerja dan sukses di bidang yang aku tekuni,
aku ingin menjadi seseorang yang bisa menemani perjalanan dua krucilku ini
meniti kesuksesan. Amin. Semoga terwujud.


Comments