Skip to main content

Tak Ada Bandingnya

Waktu itu aku pernah cerita padamu. Panjang lebar. Tentang seseorang, cinta monyetku saat sekolah, yang pernah aku kagumi  4 tahun lebih lamanya, bahkan tak terhitung lagi setelahnya. Hingga saat itu aku masih sering memandanginya diam-diam dari kejauhan, masih mencari tau tentangnya.

Kamu memandangiku dengan berbinar, berdecak tentang laki-laki itu, "Bagaimana rasanya bisa dikagumi sampai selama itu? Dia benar-benar beruntung." Ucapmu.

Aku memandangimu dan tersenyum.

Ternyata kamu tidak cukup menyadari bahwa kamu sudah menjadi seseorang yang bahkan lebih dari dia.

Aku mengagumimu tanpa henti di hampir 8 tahun belakangan. Merasakan hal yang lebih gila dari yang pernah aku rasakan sebelumnya. Aku mencintaimu sampai kehilangan akal sehatku. Merelakan bagaimana jatuh berkali-kali dan bangun untuk berharap lagi.

"Sekarang kamu masih senang mengingatnya?" Tanyamu. Aku menggeleng.

"Itu hanya cerita lawas yang ingin aku bagi. Dan segala hal tentang dia juga sudah selesai jauh sebelum kita bertemu."

Kamu mengangguk-angguk. Tersirat sedikit rasa khawatir dan cemburu.

Aku menggenggam tanganmu.

"Kamu orangnya. Kamulah laki-laki yangg sudah menyita perhatianku melebihi bagaimana aku terhadapnya dulu. Jauh sebelum kamu menatapku seperti ini, aku sudah mengagumimu dengan gila. Menunggumu lebih lama dari penantian yang pernah aku jalani sebelumnya."

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Segala yang ada padaku akan selalu tertuju padamu. Jadi jangan lagi bertanya-tanya dalam benakmu bagaimana rasanya menjadi dia, karena kamu tak ada bandingnya. Kamu tau sendiri bagaimana aku jungkir balik menunggumu selama ini."

Kamu menarikku dalam pelukmu.

"Terima kasih. I love you more." Ucapmu dengan lembut.

Aku benar-benar tidak tau lagi, bagaimana cara menggambarkan betapa bahagianya aku saat ini. Ya, benar-benar bahagia.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...