Ma,
seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia
membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena
pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis
segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi
untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru.
Ma,
maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar
tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan
harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti
membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku
setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu
berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu
hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan
itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku
jalani. Tidak harus bersama siapa, tapi hanya dengan kenangan tentangnya.
Pa,
maaf begitu sering terpuruk dan menangis setahun belakangan. Maaf karena pada
akhirnya kebanggaanku tentang dia tak bisa ku suarakan lagi. Akan dia yang ku
yakini mampu menjadi pendamping hidup terbaik dari segala lelaki yang pernah
papa kenal dan ragukan, pada akhirnya harus ku lepaskan. Bukan mauku. Hanya
saja, dia yang tidak menginginkanku lagi. Aku tidak ingin menyerah, tapi dia
melepaskan genggamanku. Aku sempat membiarkan kakiku mengikuti arusnya, tapi
jalanku dijejal penolakan. Ketika aku masih bertanya bagaimana caranya bisa
kembali padanya, ia justru mencari cara bagaimana mendapatkan jalan yang tidak
ada aku di antaranya.
Pa,
menyadari hari terus berjalan dan dunia tidak henti berputar. Aku semakin sedih
bahwa pertambahan usia papa pun tak bisa ku pungkiri. Ingin membuat papa
bahagia dengan seorang pasangan seperti layaknya dia yang pernah ku yakini
sebagai buah dari permintaan papa untuk pasangan hidupku, aku justru membuat
papa kecewa karena pada nyatanya aku gagal lagi. Ingin membuat papa bahagia
atas dia yang bagiku sudah sempurna dalam segala segi, aku justru membuat papa
kembali menatapku sebagai anak perempuan yang tak bisa tumbuh dewasa. Masih
kelimpungan mencari cara bagaimana bisa membuat anak papa dan mama ini bisa
duduk di bangku pelaminan bersama pendamping hidup yang dia inginkan.
Pa,
ma, aku akan dan terus berdoa demi dipanjangkan usia papa dan mama, diberikan
kesehatan dan kebahagiaan selama aku terus meniti karir dan menjalankan
pekerjaanku untuk membahagiakan papa dan mama. Perihal pasangan hidup, bisakah
papa dan mama bahagia jika aku harus mengesampingkannya? Aku sudah terlalu
lelah hidup dalam kekhawatiran akan hidup bersama orang yang tidak aku cintai
sebagaimana aku mencintai dia. Bisakah papa dan mama bahagia karena aku pasti
akan menghasilkan uang yang banyak untuk kalian. Tidak perlu sulit tidur hanya
karena memikirkan bagaimana hidupku tanpa seorang pasangan. Tidak perlu lagi
berdoa agar aku disegerakan. Tidak perlu lagi menyediakan waktu diskusi untuk
mengatur pertemuanku dengan orang pilihan papa dan mama. Aku tidak perlu itu
semua. Jadi tolong, berbahagialah. Pertanyaan papa dan mama akan kapankah
waktuku hanya membuatku sulit bernafas. Hanya membuatku semakin menggila karena
ingatan tentang perpisahanku dan perginya dia tidak mampu ku hindari.
Ma, pa. Maaf jika dia masih ku cintai dengan begitu hebat. Maaf jika dia masih dan akan selalu menjadi alasan kenapa aku ingin hidup sendirian. Setidaknya untuk saat ini dan beberapa waktu mendatang. Karena takdir Tuhan akan terus berjalan, setidaknya biarkan aku untuk tetap dan terus mengenangnya. Atau jika pada akhirnya takdir kembali menyatukan aku dan dia, maka, ma, pa, inilah jawaban kenapa aku begitu bersikukuh memperjuangkan harapan.

Comments