Skip to main content

Kamu, Bukan Pengecualian


Semakin dewasa, semakin menyadari bahwa relasi tidak selalu sehati. Tempat berdiri yang banyak diminati, tak sesungguhnya menarik hati kalau kau sudah di sini.
Berita di televisi, radio, surat kabar, atau sebaran dari media sosial, tentang bobroknya suatu sistem kerja, menjadi bahan caci-maki. Setiap orang percaya bahwa keadilan perlu ditegakkan, kejahatan harus dipenjarakan. Ini contoh besar yang kerap kali terjadi di negeri ini.
Kita persempit ke sebuah lingkup kecil. Ternyata sama adanya. Satu-dua pasti akan ada si pemberontak yang bekerja sama dengan pemilik kuasa. Dan ketika kau menjadi seseorang yang berada di dalamnya. Kau adalah seorang pembenci yang begitu meyakini bahwa orang-orang seperti itu akan bertemu ajalnya; maksudku, ganjarannya. Tentu. Kau bukan satu-satunya yang ingin tempat ini bersih, tak terkecuali orang-orang yang berada di dalamnya.
Kinerja yang mumpuni tuk diberi puji, harusnya benar-benar sesuai dengan integritas dan capaian yang dihasilkan dalam setiap usaha. Maunya, begitu. Awalnya, bisa. Sampai kau menjadi salah satu yang dirugikan, korban dari ketidak-adilan yang katanya adil sudah ditegakkan.
Kau bersikukuh untuk menjadi si penegak keadilan dengan bermodalkan percaya bahwa semua akan tiba masanya. Namun ternyata kau berada dalam masa betapa tidak nikmatnya merasa derita jatuh-bangun sendirian dalam waktu yang lama. Hingga kau sadar bahwa topeng memang milik semua orang. Dan kau harus mempunyai setidaknya satu, agar kau tak tersingkir dari tempatmu. Tak merugi. Tak ditinggal. Tak dipisah. Kau pun membuat keputusan. Ikut bersekutu dengan pembuat kuasa dan mereka menyenangi keputusanmu untuk bergabung bersama mereka. Karena menjadi sakit dan jatuh adalah 2 hal yang begitu mengerikan untuk dijalani di saat orang-orang yang dulu bersamamu telah jauh melangkah dengan capaian mereka. Meski kau tau apa dibaliknya.
Besoknya kau bangun dengan sumringah. Karena tidur tak tenangmu selama berminggu-minggu itu sudah bertemu jalan keluarnya. Berhasil. Kau mampu membuat kesepakatan baru, menyelamatkan tempatmu. Sekaligus menciptakan jiwa baru dalam dirimu. Jiwa yang tak pernah kau duga akan ada. Jiwa yang dulunya pernah menjadi jiwa yang paling kau benci setengah mati.
Pada akhirnya, kau sadar. Kau butuh tegar dan berani. Tegar dan berani untuk mencari cara agar kau bisa bertahan. Untuk bertemu orang-orang yang bisa mendukungmu dengan suatu kesepakatan. Mendatangkan keuntungan dengan cara memberi manfaat. Benar saja, memang. Tak ada yang salah.
Tetap pada akhirnya, tak ada satu orang pun yang benar-benar bersih. Termasuk kamu yang bukanlah suatu pengecualian. Yang katanya dulu ingin menegakkan keadilan.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...