Skip to main content

Bahagia, Sedih, Kecewa


Kau tahu rasanya? Bagaimana bahagia, sedih, kecewa, berada pada satu tempat, menyita perhatianmu dan membungkam amarahmu. Mereka berada pada satu waktu yang kau tau bahwa hadir mereka ada untuk sebuah perayaan akan suka cita semesta dan sedihmu dalam nestapa yang hanya kau sendiri rasa.
Bahagia, sedih, kecewa. Menjadi satu namun tak pernah bisa bersatu. Tidak ada yang tahu betapa kau mendera diri dalam kesialan yang tak kunjung usai, namun kau perlu untuk berbagi tawa karena bahagia yang lainnya harus dirayakan bersama. Berbangga akan sebuah pencapaian namun kau tak jua di sana. Lelah hanya menatap, kaki telah letih, jiwa telah renta sebelum usia, dan senyummu harus jadi senyum terbaik saat semua saling memberikan selamat.
Sejujurnya kau terlalu ringkih untuk ikut berpesta dan duniamu sedang tertawa akan kegigihanmu yang berbuah kecewa. Meski begitu, kau berusaha kuat. Karena marah dan menangis adalah hal terlarang yang bisa dilakukan. Sekali lagi ucapan selamat harus kau relakan bersamaan dengan jabatan yang harus kau ikhlaskan.
Bukan maksud ‘tuk dengki pada hasil yang telah terbit bersama matahari yang sejak kemarin mereka nantikan, kau hanya mengutuk diri di depan keberhasilan dia yang lainnya. Tidak pada kesalahanmu, tidak jua pada kesalahan siapa-siapa. Karena kau dan semesta memang tak pernah akur untuk urusan berhasil.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...