Sudah lama sekali, tak bernostalgia
dengan tulisan tentangmu. Ingin kutanyakan, apa kabar? Namun ku pikir, kamu
baik-baik saja. Ya, semoga memang begitu adanya.
Sejak terakhir kali kita bertemu beberapa tahun lalu, aku tau bahwa aku telah membuat harapan untuk pertemuan-pertemuan berikutnya. Tapi, baik aku maupun kamu, hanyalah dua orang yang kiranya akan tetap terus seperti ini.
Sejak terakhir kali kita bertemu beberapa tahun lalu, aku tau bahwa aku telah membuat harapan untuk pertemuan-pertemuan berikutnya. Tapi, baik aku maupun kamu, hanyalah dua orang yang kiranya akan tetap terus seperti ini.
Singkat cerita, sebelum waktu-waktu ini pernah ada. Saat Sekolah Menengah Pertama, aku jatuh
cinta dengan sosok yang ada dalam bayanganku sendiri. Yang tercipta dari
kenangan masa kecil kita. Sosok itu persis seperti kamu. Dan tak terelakkan,
karena nyatanya semakin lama aku semakin menyadari, bahwa memang kamulah sosok
dalam bayanganku. Sosok yang aku rindukan. Aku tak tau rindu macam apa yang
telah menggangguku karena kita sudah sangat lama berpisah. Bahkan, mungkin saat
itu kita belum mengenal bagaimana dan apa itu berpisah. Hingga kepindahanku ke kota
lain, mengharuskan aku dan kamu, keluargaku dan keluargamu, tak lagi bisa
bersua seperti hari-hari biasanya. Masa kecil itu, sebelum kepindahanku dan
keluargaku.
7 tahun berselang, dan semakin besarlah
aku, tumbuh remaja, seperti anak lainnya. Entah dimulai karena apa dan
bagaimana. Yang pasti, merindukan “kita” adalah salah satu sebab dari itu
semua. Dan aku mulai meraba-raba. Bagaimana rupamu setelah bertahun-tahun sejak
masa kecil kita tak berjumpa? Bagaimana garis senyummu? Sorot matamu? Apakah masih sama? Pertengkaran lucu antara kamu dan aku saat itu, yang
menyebabkan kita saling sebal tapi malu-malu mau untuk main bersama seperti
biasa, tak dibuat senyumkah kamu jika mengingatnya? Ingat, betapa seringnya kamu
mengajakku untuk main bersama ke kapal? Melewati sepanjang hari bersama sepoi angin yang masih cukup menyejukkan meski siang sangat terik, meski deru mesin sangat berisik. Hari-hari itu masih bisa kita nikmati. Hingga senja menyapa, beberapa anak mulai berlocatan untuk mandi di sepanjang hulu-hilir kita. Aku mengingat lekat kamu dan masa-masa itu. Tapi, diantara semua pertanyaan yang ada, kembali
kepada pertanyaan utama. Masih ingatkah kamu tentangku?
Aku terlalu sering berkhayal tentang
pertemuan kita saat itu. Sehingga terlalu banyak cerita yang ku cipta dan ku
harap itu bisa terjadi pada aku dan kamu.
Bagaimana caranya agar kita kembali bertemu? Aku sangsi karena aku bahkan tak tau lagi, kamu dimana dan bagaimana. Sampai.. pada suatu hari di tahun 2008 sebuah sms masuk menyapa dan bertanya memastikan namaku, lalu memberitahu tentang dirinya; bahwa dia adalah orang yang aku tunggu-tunggu selama ini. Ya, kamu. Aku ingat betul bagaimana aku setelah menerima pesan itu. Aku girang bukan kepalang. Aku meloncat-loncat berteriak seperti orang gila saking senangnya. Aku berteriak dan meloncat kesana-kemari. Berseru senang dan girang bukan kepalang.
Setelah hari itu, mulai hari itu, kita benar-benar terkoneksi. Setelah perpisahan itu, setelah bertahun-tahun lamanya. Kita mulai rajin saling mengirim sms, hingga berteman di Facebook, saling follow di Twitter. Aku tak melihat banyaknya perubahan yang terjadi. Kamu tetaplah kamu yang pernah aku kenal, Bedanya, kamu telah tumbuh menjadi remaja dari terakhir kita bertemu, layaknya seperti aku dan remaja seusia kita.
Hari berlalu. Sayangnya, saling kirim sms tak bertahan lama. Aku lupa karena apa, 'ntah karena saat itu labilnya masa remaja yang suka ganti-ganti nomor, kita tak lagi saling kirim pesan. Namun saat itu kita masih dan tetap berteman di Facebook dan Twitter. Sedihnya, kamu sangat jarang mengunggah tentang keseharian, tak banyak aktivitas yang bisa aku lihat dari beranda media sosialmu. Sehingga, sama saja, aku seperti kehilangan kabarmu.
Bagaimana caranya agar kita kembali bertemu? Aku sangsi karena aku bahkan tak tau lagi, kamu dimana dan bagaimana. Sampai.. pada suatu hari di tahun 2008 sebuah sms masuk menyapa dan bertanya memastikan namaku, lalu memberitahu tentang dirinya; bahwa dia adalah orang yang aku tunggu-tunggu selama ini. Ya, kamu. Aku ingat betul bagaimana aku setelah menerima pesan itu. Aku girang bukan kepalang. Aku meloncat-loncat berteriak seperti orang gila saking senangnya. Aku berteriak dan meloncat kesana-kemari. Berseru senang dan girang bukan kepalang.
Setelah hari itu, mulai hari itu, kita benar-benar terkoneksi. Setelah perpisahan itu, setelah bertahun-tahun lamanya. Kita mulai rajin saling mengirim sms, hingga berteman di Facebook, saling follow di Twitter. Aku tak melihat banyaknya perubahan yang terjadi. Kamu tetaplah kamu yang pernah aku kenal, Bedanya, kamu telah tumbuh menjadi remaja dari terakhir kita bertemu, layaknya seperti aku dan remaja seusia kita.
Hari berlalu. Sayangnya, saling kirim sms tak bertahan lama. Aku lupa karena apa, 'ntah karena saat itu labilnya masa remaja yang suka ganti-ganti nomor, kita tak lagi saling kirim pesan. Namun saat itu kita masih dan tetap berteman di Facebook dan Twitter. Sedihnya, kamu sangat jarang mengunggah tentang keseharian, tak banyak aktivitas yang bisa aku lihat dari beranda media sosialmu. Sehingga, sama saja, aku seperti kehilangan kabarmu.
Atas rindu yang pernah tercipta dengan
menggebu karena rindu, aku sempat meyakini bahwa aku telah jatuh cinta dengan
sosok yang rupanya masih menjadi tanda tanya saat itu. Pun raganya. Sampai aku
menyadari, setelah aku bertemu kamu. Aku pikir, ini bukan cinta, ini hanya rindu,
dan terus ku yakini sebagai rindu. Tentang seorang teman di masa kecil.
Cukup. Tidak lebih. Terlepas dari segala rasa penasaran. Dari cerita
khayalan. Karena pada kenyataannya pun kamu masih mengingatku, bahkan mencariku. Sampai-sampai menemukanku terlebih dahulu. Sebelum aku bisa melakukan usaha apapun.
Dan tentang waktu-waktu atas kabar itu, kita, seakan datang hanya untuk mengabarkan bahwa masing-masing dari kita masih saling mengingat. Masih dalam kabar baik. Memastikan bahwa semua ingatan masih berjalan dengan cukup baik. Lalu, merasa pantas untuk pergi lagi, dengan membawa perasaan tenang bahwa kita masih saling mengingat.
Dan tentang waktu-waktu atas kabar itu, kita, seakan datang hanya untuk mengabarkan bahwa masing-masing dari kita masih saling mengingat. Masih dalam kabar baik. Memastikan bahwa semua ingatan masih berjalan dengan cukup baik. Lalu, merasa pantas untuk pergi lagi, dengan membawa perasaan tenang bahwa kita masih saling mengingat.
Hingga di tahun 2012, kita bertemu. Dengan versi remaja-menuju-dewasa kita. Ya, kita benar-benar bertemu. Dan benar saja. Ternyata aku memang
masih mengharapkan, menunggu-nunggu waktu ini terjadi. Sempat, setelah tak
lagi intens saling mengirim pesan, kita memang masih sekali dua kali memberi kabar melalui media sosial.
Sampai aku dan keluargaku mendapatkan waktu berlibur ke kota dimana kamu
berada. Senang menjadi-jadi aku karena dikemudian hari kita merencanakan temu. Dan
jalan! Orang tuaku pun sangat senang saat mengetahui kabar bahwa aku akan bertemu kamu
dan merencanakan untuk pergi bersama.
Pertemuan hari itu. Setelah banyaknya waktu berlalu sejak masa kecil kita, banyak pula hal yang terpikirkan olehku. Tentang bagaimana memulai obrolan. Bisakah aku seleluasa seperti aku bersama sahabatku yang lainnya saat denganmu? Aku pikir, segala hal yang terjadi pada saat itu akan menanggalkan kecanggungan di antara kita, di setiap obrolan kita, di setiap tawa kita. Dan.. ya, memang benar adanya. Bagaimana layaknya dua orang yang baru bertemu setelah sekian lamanya. Aku benar-benar merasa canggung luar biasa. Namun yang akan selalu aku ingat, aku bahagia atas temu pertama pada masa dewasa kita. Atau mungkin, remaja? Karena usia kita masih 16/17 tahun saat itu. Ya, remaja kita.
Pertemuan hari itu. Setelah banyaknya waktu berlalu sejak masa kecil kita, banyak pula hal yang terpikirkan olehku. Tentang bagaimana memulai obrolan. Bisakah aku seleluasa seperti aku bersama sahabatku yang lainnya saat denganmu? Aku pikir, segala hal yang terjadi pada saat itu akan menanggalkan kecanggungan di antara kita, di setiap obrolan kita, di setiap tawa kita. Dan.. ya, memang benar adanya. Bagaimana layaknya dua orang yang baru bertemu setelah sekian lamanya. Aku benar-benar merasa canggung luar biasa. Namun yang akan selalu aku ingat, aku bahagia atas temu pertama pada masa dewasa kita. Atau mungkin, remaja? Karena usia kita masih 16/17 tahun saat itu. Ya, remaja kita.
Selepas malam itu, kita kembali seperti
biasa. Tak ada kirim kabar secara intens. Hanya bersyukur karena masih bisa
saling terkoneksi dan sampai saat ini, ya beginilah adanya. Aku masih bisa
melihat aktifitasmu di media sosial, begitupun kamu. Kita hanya sebatas itu.
Kadang hanya sesekali saling menimpali beberapa unggahan, dan memang hanya 'sekedar'. Tidak ada obrolan, tidak ada rencana temu di kemudian.
Tulisan-tulisan rapi yang dulu ku simpan
rapat pun kini hanya tersimpan rapi sebagai kenangan, saat aku belum benar-benar tahu dimana dan bagaimana kamu. Cerita kita pun tak ditulis seperti drama televisi
maupun film romansa yang menampilkan pertemuan dua sahabat kecil lalu berujung
saling jatuh cinta, lalu bahagia. Tidak. Kita tidak seperti itu. Kita hanya
sampai pada saling dipertemukan kembali dan itu sudah cukup membuat bahagia.
Kita hanyalah dua insan yang kembali ke kehidupan seperti biasa saat dimana kita
masih belum dipertemukan, senormal-normalnya manusia pada umumnya.
Namun di sisi lain aku pun turut meyakini, aku akan melanjutkan cerita ini suatu saat. Saat di mana kita bisa kembali bertemu. Dan, membuat cerita yang lebih indah dari ini, tentu sudah menjadi bagian dari rencanaku. Tak terkecuali harapku.
Namun di sisi lain aku pun turut meyakini, aku akan melanjutkan cerita ini suatu saat. Saat di mana kita bisa kembali bertemu. Dan, membuat cerita yang lebih indah dari ini, tentu sudah menjadi bagian dari rencanaku. Tak terkecuali harapku.

Comments