Skip to main content

Hanya Saja

Hari itu aku menerima kabar gembira. Em.. maksudku.. entahlah. Rusuh sekali perasaanku saat itu meski mulut gagu seketika kabar tentangmu menghampiri telingaku. Yang pasti, aku bersyukur sekali. Bahwa tempat persinggahan yang kamu cari telah kamu temukan. Sehingga kamu tak perlu lagi kebingungan. Atau menjadi tersesat karena langkah tak tentu arah. Dan kamu, dapat mencinta dengan begitu indahnya. Ya, kamu akan tau bahwa cinta memang begitu indah. Seperti sekarang yang tengah kamu rasakan. Mungkin.

Hanya saja...
Sekali dua kali aku bisa menjadi angkuh. Dan terkadang menggerutu. Aku tidak mengeluh. Hanya saja.. Kamu bisa dengan tiba-tiba masuk dalam lamunanku membawa seribu kenangan yang begitu mengusik. Lalu membuat kacau hariku. Hanya dengan membayangkan wajahmu dengan waktu yang telah lalu.

Patutnya aku bergembira akanmu. Patutnya aku bisa memberikan ucapan selamat untukmu. Tetapi, masih tersisa hal yang tak biasa setiap kali aku mencoba. Perasaan 'ntah sudah sirna atau masih di sana. Yang pasti, aku masih terlalu kalap setiap kali kita bersua. Hingga pada akhirnya yang aku lakukan hanyalah.. diam. Terbungkam oleh detak jantung yang berkejaran. Membiarkan seribu kata tak jadi terucap. Yang di detik berikutnya bisa saja kembali mengacau. Hingga yang tersisa hanya tanda tanya. "Mengapa?"

Terlepas dari tanda tanya yang menggantung sekian lama. Kamu pantas bahagia. Maka aku akan mencoba untuk tetap tersenyum untukmu. Menyambut tawa untuk setiap cerita baru yang akan kau bawa. Dan turut berbahagia.

Hanya saja..
Ya,
hanya saja



aku sedikit cemburu ternyata.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...