Skip to main content

Jika Diam Lebih Baik


Satu dua kata terlalu mempengaruhi hariku, mengubah segala suasana hati dan mengacaukan segala atensi. Aku sadar, rasa penasaran dan keingintahuanku yang begitu besar kerap kali justru hanya melukai. Namun kiranya aku akan lebih tersiksa jika hanya terus bertanya-tanya.
Dan dengan rasa penasaranku yang tak ada habisnya, aku masih menatap matamu dengan senyum yang tak urung. Mengucapkan selamat tidur penuh cinta di setiap malam. Tawamu masih menjadi bagian favoritku, tapi aku bisa saja menangis dengan tiba-tiba di tengah lelucon yang kamu bawa.
Aku sadar, aku terlalu bahagia hingga lupa bahwa pernah ada dia yang lainnya.
Hingga dini hari mulai beradu dan yang aku tau aku akan selalu memulai ini semua. Sejuta resah itu mencuat dengan hebat, mengisi seluruh ruang di hati dan kepala. Aku bisa saja hancur dalam satu hitungan waktu. Mengingat bagaimana aku sudah tiba pada masa yang pernah begitu aku impikan. Namun dalam keadaan yang tak menyenangkan seperti ini.
Jika pada nyatanya kasihku beradu pada kamu yang tak seharusnya. Sudilah kiranya aku untuk melepas saja. Jika pada kenyataannya aku hanya melukai banyak hati; dia, dia, dan dia, maka sudah sepantasnya sejak awal aku diam saja. Itu semua lebih baik. Hingga kiranya saat ini aku masih bisa baik-baik saja dengan mereka. Tak apa jika rasaku menjadi taruhannya.
Tak perlu ada malam itu; malam dimana aku menatapmu dan kamu yang memelukku, hingga segala rasa tumpah begitu saja mengingat betapa kita telah lama memendam ini semua. Kamu menciumku dan aku yang berbahagia. Jika dihadapkan pada kenyataan bilamana iya semua itu hanya sementara, ada baiknya kita kembali saja. Kembali ke saat-saat dimana aku masih merahasiakan ini semua dengan baik. Dan kamu yang tetap mengalihkan pandanganmu dengan segera setiap kali mata kita tak sengaja beradu.
Jika demi kepentingan banyak rasa. Sekali lagi, aku tak apa. Kita tak perlu seperti ini. Memang benar cintaku begitu besar. Namun lebih resah lagi aku mengetahui dunia di luar sana sedang tidak baik-baik saja dengan kita. Aku cukup terbiasa untuk kembali memendam. Karena aku pun sudah terlalu terbiasa mengagumi dalam diam.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...