Satu dua kata terlalu mempengaruhi hariku, mengubah segala suasana hati dan mengacaukan segala atensi. Aku sadar, rasa penasaran dan keingintahuanku yang begitu besar kerap kali justru hanya melukai. Namun kiranya aku akan lebih tersiksa jika hanya terus bertanya-tanya.
Dan dengan rasa penasaranku yang tak ada habisnya, aku masih menatap matamu dengan senyum yang tak urung. Mengucapkan selamat tidur penuh cinta di setiap malam. Tawamu masih menjadi bagian favoritku, tapi aku bisa saja menangis dengan tiba-tiba di tengah lelucon yang kamu bawa.
Aku sadar, aku terlalu bahagia hingga lupa bahwa pernah ada dia yang lainnya.
Hingga dini hari mulai beradu dan yang aku tau aku akan selalu memulai ini semua. Sejuta resah itu mencuat dengan hebat, mengisi seluruh ruang di hati dan kepala. Aku bisa saja hancur dalam satu hitungan waktu. Mengingat bagaimana aku sudah tiba pada masa yang pernah begitu aku impikan. Namun dalam keadaan yang tak menyenangkan seperti ini.
Jika pada nyatanya kasihku beradu pada kamu yang tak seharusnya. Sudilah kiranya aku untuk melepas saja. Jika pada kenyataannya aku hanya melukai banyak hati; dia, dia, dan dia, maka sudah sepantasnya sejak awal aku diam saja. Itu semua lebih baik. Hingga kiranya saat ini aku masih bisa baik-baik saja dengan mereka. Tak apa jika rasaku menjadi taruhannya.
Tak perlu ada malam itu; malam dimana aku menatapmu dan kamu yang memelukku, hingga segala rasa tumpah begitu saja mengingat betapa kita telah lama memendam ini semua. Kamu menciumku dan aku yang berbahagia. Jika dihadapkan pada kenyataan bilamana iya semua itu hanya sementara, ada baiknya kita kembali saja. Kembali ke saat-saat dimana aku masih merahasiakan ini semua dengan baik. Dan kamu yang tetap mengalihkan pandanganmu dengan segera setiap kali mata kita tak sengaja beradu.
Jika demi kepentingan banyak rasa. Sekali lagi, aku tak apa. Kita tak perlu seperti ini. Memang benar cintaku begitu besar. Namun lebih resah lagi aku mengetahui dunia di luar sana sedang tidak baik-baik saja dengan kita. Aku cukup terbiasa untuk kembali memendam. Karena aku pun sudah terlalu terbiasa mengagumi dalam diam.

Comments