Maaf atas aku
yang tak cukup baik untukmu. Atas aku yang kerap menyakitimu. Mematahkan
semangatmu untuk mempertahankanku.
Saat kau menjanjikan
perjuangan dan kesetiaan hubungan kita, maaf, karena aku justru sebaliknya. Aku
tak begitu pandai dalam urusan setia, apalagi memperjuangkan. Tapi, sungguh,
aku tak pernah berbohong perihal aku mencintaimu setulus hatiku. Aku yakinkan itu.
Dan akan terus kubuktikan meski caraku tak lebih baik darimu.
Atas luka bertubi dan
tangis yang sulit dihenti, maaf, sekali lagi. Tak bisa ku balas dengan segala
bahagia yang telah kau beri. Aku mulai merasa hampa dan sejujurnya ini begitu
sulit untuk ku katakan. Tapi aku tak tahan jika harus terus mendengar harapmu
yang tak kunjung bisa ku balas dengan baik. Aku hanya bisa memberikan cinta dan
aku bersumpah kasihku pun akan terus mengalir untukmu. Tanpa henti.
Bukan tentang tak lagi
sayang atau lelah bertahan. Hanya saja, aku pikir, aku tak lagi bisa sejalan
dengan langkahmu. Terlalu banyak yang bertolak dan aku mulai tidak sanggup
untuk menjadi wanita yang kau mau. Terlalu banyak kurang dan terlalu banyak
kesalahan. Tidak serupa ekspektasimu. Takut masa depanmu menjadi derita jika
terus bersamaku. Aku menyerah tapi kau terus menggenggam tanganku, merengkuh
erat tubuhku dalam pelukmu, menghapus tangisku. Saat aku kehilangan kekuatan
untuk melakukan hal yang sama padamu.
Lagi-lagi, maaf.
Karena masih dan terus mencintaimu dengan segala kurang dan salahku. Saat kau
terluka dan aku yang tak mampu membasuhnya, pun menggantinya dengan tawa. Aku
ingin berhenti. Tapi aku cukup pengecut untuk mengucap kata putus.
Tidak. Sangat. Sangat pengecut.

Comments