Skip to main content

Tanpa Kamu



Ku pikir ini rindu. 

Rasanya menyesakkan dada saat kau tak ada. Gelisah dibuatnya. Ling lung jadinya.

Ingin sekali aku bercerita tentang setiap hal yang hari ini aku alami. Walaupun hanya sekedar tentang hujan lebat yang kemudian menyisakan genangan di depan jalan besar dekat rumahku. Atau, mas-mas tukang parkir yang agak nyeleneh tadi saat aku pergi ke mall tanpamu.

Kita bisa saja bersikap seperti biasa. Lalu di kemudian saling merindu. Tapi siapa yang bisa menebak makna pada rindu yang kita saling ucapkan? Lalu berteriak kesal agar kamu ataupun aku yang di kejauhan segera kembali. Dan dengan segera kita dapat mengatur jadwal untuk kuliner, nonton film, berburu diskon, karaoke, atau sekedar nongki-nongki ala “anak gaul” dengan teman-teman yang lainnya.

Memang, tanpa kamu di sini, dan tak seperti biasanya, membuat hariku menjadi lebih gelisah. Melalui makan siang atau makan malam tanpa kamu terasa berbeda. Aku memang benci melewati segala hal sendiri. Tetapi, dengan teman manapun yang siap siaga menjemputku karena aku keukeuh tidak mau pergi, menanyakanku “sudah makan, belum?”, memberikan perhatian dan lainnya, tetap saja itu bagiku “tidak sama”. Karena, bukan kamu. Atau, aku tidak semangat sekali jika harus bercerita tentang perasaanku dengan masalahku pada yang lainnya. Rasanya, memang kamu yang ku butuhkan. Bukan dia ataupun dia yang lainnya.
Terlepas dari segalanya. Kamu benar-benar mengetahui setiap titik kuat-lemahku, yang membuat aku mulai mengerti mengapa kamu begitu berarti.

Jadi, katanya ketulusan memang akan dibalas dengan ketulusan. Dan sekarang, aku benar-benar tidak punya alasan untuk meragukan ketulusanmu. Meski suara diujung sana berteriak bahwa ada yang lebih tulus. Tetapi, untuk berpaling darimu, tidak akan bisa aku lakukan. Sulit. Ya, meskipun aku berani bicara tanpa pernah aku merasakannya. Tapi, membayangkannya saja seolah siap membuatku lumpuh.

Dan malam ini, aku benar-benar segelisah ini. Lalu, bertanya 
“kenapa?”.

Kembali ku berpikir. Satu hal yang pasti. Dan tak salah lagi.

Kehadiranmu. Adalah apa yang kubutuhkan saat ini.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...