Skip to main content

Proses

Memahami bahwa sampai saat ini, hidup adalah proses.

Proses untuk menjadi dewasa saat hidup masih digeluti sifat remaja. Dan menangisi jarak yang memisahkan diri dari kedua orang tua yang dicinta. Berseteru dengan pikiran sendiri. Dewasa-remaja, mereka terlihat tumpang-tindih diantaranya.

Proses untuk mendapatkan kembali sahabat lama yang kini terlihat jauh berbeda. Berdiri disatu tempat yang sama, namun terasa fana. Rindu dan ego membatin menyatu bertahun-tahun lamanya.

Proses untuk menghargai masa lalu meskipun begitu menyakitkan untuk ditimang sebagai salah satu perjalanan. Hanya menyisakan yang berharga dan membuang yang ternyata tak dapat disimpan walau hanya sekedar jadi kenangan.

Proses untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang mana diri tak habis-habisnya membandingkan keadaan. Bersamaan dengan kedatangan orang-orang baru, yang mau bersama-sama menggenggam tanganmu untuk memulai langkah pertama menjalani proses menuju sukses. Namun, saat itulah kepekaanmu diujikan, untuk menyambut pemilik tangan yang benar-benar jujur sejak lengkah pertama hingga waktu yang lama. Bukan pemilik tangan yang penuh ego-antusaisme kemudian melupakan.

Proses untuk mengartikan cinta sejati lewat perjalanan dengan seorang kekasih yang selalu hadir dengan langkahnya yang tak pernah getir untuk terus menggenggam tanganmu, mengajarimu hal-hal baru, dan bersedia tanpa ragu untuk memelukmu ketika kau menutup diri dari kekejaman dunia yang penuh dengan kesenjangan.

Dengan siapa saja kita akan melewati proses itu, pastikan saja dia setia. Seperti cinta kedua orang tua bersamaan dengan doa-doa keduanya yang terselip disetiap harinya, menelusuri daun jendela, sampai kepada yang dicinta.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...