Skip to main content

71 Tahun Indonesia-ku

“Dirgahayu Indonesia-ku. Merdeka!!!”
Seruan terdengar di mana-mana. Menyentuh telinga bahkan ketika membuka sosial media. Masyarakat Indonesia tengah bersuka cita dan bahagia. Hari ini, tepat 71 tahun Indonesia merdeka. Merdeka!
Sejujurnya, saya tidak begitu pandai untuk berkomentar tentang negeri ini. Saya bukan orang yang nasionalis. Namun, ketika saya bangun pagi disambut dengan suara televisi yang lupa saya matikan tadi malam menyuarakan sebuah saluran yang menayangkan persiapan detik-detik proklamasi, menggugah saya untuk bangkit berdiri membersihkan diri. Tidak, saya tidak keluar untuk mengikuti upacara di lapangan kota. Karena keadaan dan lain hal, yang dapat saya lakukan pagi ini hanya mengikuti siaran langsung persiapan detik-detik proklamasi di Istana Negara dengan hikmat. Persiapan demi persiapan yang saya saksikan di ibukota di hari-hari sebelumnya maupun yang saya lihat dari layar televisi kali ini membuat saya terkesima lebih dari biasanya. Tetapi, ingatan tentang masa SMA menyuguhkan perasaan yang tak jauh berbeda ternyata. Bedanya, tahun ini saya tak sedikitpun menjejakkan kaki di tanah lapang tempat Sang Saka Merah Putih dikibarkan. Perasaan sedih, resah itu ada.
Kontribusi sebagai Putri Bangsa tak hanya untuk mereka yang berdiri di tanah lapang, bukan? Banyak hal yang bisa dikontribusikan di hari Kemerdekaan ini. Bahkan untuk hari-hari selanjutnya. Karena merdeka bukan hanya tentang bebas dari penjajah yang merampas bahagia masyarakat Indonesia. Tetapi juga meliputi merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan, dan merdeka dari hal-hal yang menghambat kita untuk maju.
Saya mengatakan ini bukan karena hanya ingin membual belaka. Selain senang menulis, saya juga ingin menularkan semangat. Untuk menjadi generasi penerus bangsa yang nantinya membangun Indonesia bersama sehingga kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan dapat diatasi. Memang, tidak dalam sekejap mata. Langkah kecil yang kita mulai dari sekarang dalam menempuh pendidikan sudah menjadi suatu proses. Berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat sudah menjadi salah satu kepedulian yang luar biasa. 
Hari ini, kita perlu mengingat, bahwa kita adalah orang-orang yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kita. Sejenak kita tundukkan kepala, mengheningkan cipta.
Dalam beberapa tahun kemudian, postingan ini mungkin akan masih ada di sini sebagai pengingat bahwa hari ini saya bersemangat sekali untuk bersuara walau hanya lewat sebuah postingan media. Dan dikemudiannya, saya berharap semangat ini tidak akan luntur. Menjadi salah satu orang yang berkontribusi dalam memajukan daerah saya adalah cita-cita terbesar saya. Dan untuk kita semua, mari kita buat Indonesia menjadi yang lebih baik.
Dirgahayu Indonesiaku!



Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...