Skip to main content

Hello, 2016!

Sudah 2016. Ya, seperti itulah. Sudah lama tidak mengisi entri baru karena pikiran tentang ini-itu begitu memenuhi hari-hari. Beberapa kali niat post sembari memenuhi hobi menulis, jadi tertunda karena tidak sedikit hal yang harus diselesaikan. Terkadang setumpuk kata-kata memenuhi kepala dan terasa menggelitik dijari-jari ingin menyentuh keyboard untuk mengisi blog, tapi harus teralihkan untuk ketikan tugas-tugas yang harus diserahkan dengan segera. Selebihnya, memang menulis terkadang butuh waktu sendiri dan ketenangan sekitar meski sebenar-benarnya saya sendiri tidak terlalu berdamai dengan “kesendirian”. Tapi memang untuk menulis hal tersebut bisa ditolerir.
Hari ini jari-jari saya semakin tergelitik. Well, mengingat saat ini saya sedang berlibur di rumah tercinta (re : meliburkan diri), tak ada salahnya merangkai kembali kata-kata.
2016. Tak sedikit harapan dari setiap orang akan perubahan yang lebih baik untuk tahun ini. Tak terkecuali saya. Ah, terkadang saya justru merasa gugup. Mulai tahun ini saya dihadapkan dengan tanggung jawab yang semakin besar. Mulai dari urusan organisasi hingga akademik yang tak pernah putus bahkan tetap mengisi meski dihari libur. Proposal pun tak henti mengetuk pikiran yang butuh liburan. Saya selalu antusias dengan segala hal, tapi terkadang deadline membuat segalanya terlihat menjengkelkan. Saat ini saya tengah berkejaran dengan waktu, sedangkan kerinduan dengan keluarga dan kampung halaman begitu menggebu. Saya butuh pulang. Untuk beristirahat sejenak dan memeluk kedua orang tua. Meski begini saya cukup menyadari, beberapa hal mejadi sedikit tertunda. Ya, saya memilih untuk bersembunyi berlibur demi kewarasan diri. Memutuskan masuk Fakultas Kedokteran, rupanya membuat kita agak licik untuk membuat waktu libur sendiri.
Setelah sepulang dari kampung halaman dan kembali keperantauan, akan saya penuhi sedikit demi sedikit semua tugas yang diamanatkan pada saya. Dengan niat yang penuh. Barangkali tak apa menangis sesekali, karena mereka (re : tugas) datang silih berganti sedangkan orang-orang yang seharusnya memeluk tak berada di tempat yang sama. Support dari keluarga dan tercinta memang hal terpenting di waktu-waktu seperti ini.
Kembali mengamati satu persatu kalimat dari atas, keluhan tak henti-hentinya tercurah. Apakah sebegitu rumitnya jalan yang saya pilih? Tidak. Saya bersyukur banyak karenanya. Kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan, saya percaya akan ada hasil dan manfaatnya. Dimanapun nanti saya tinggal.
Sesungguhnya takdir yang Tuhan berikan sudah sebegitu baiknya, meski terkadang bertemu dengan waktu-waktu yang sesekali membuat saya gila sesaat. Tetap, semuanya yang terbaik. Hal-hal terbaik di tahun 2015 telah tertulis diingatan. Terima kasih.. untuk orang-orang yang masih menemani perjalanan saya hingga saat ini. Kepada keluarga yang senantiasa mendoakan dan mendukung apapun yang saya kerjakan, sahabat yang selalu ada, teman-teman organisasi yang selalu mendukung dan menghiasi tawa, kekasih yang menemani disetiap waktu walau hanya via gadget dan pastinya Allah SWT.
Soooo, welcome 2016. Terlambat sekali memang. Tapi tak apa, bukan? Kita masih di Januari (*ngeles). Kita semua sudah berhasil melewati 2015. Dan begitu besar nikmat-Nya serta kejutan-kejutan yang semesta berikan.
Dear, 2015. Saya bisa melewati kamu dengan segala kegilaan yang ada. Lantas, alasan apa yang bisa membuat saya menyerah begitu saja dengan tahun ini?
Mari kita sukses bersama.

Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...