Bahasa kalbu
mulai merengkuh, mimpi menjadi satu dengan rasa. Ku pikir tidak mudah
mempertahankan segala mimpi yang diangakan. Intuisiku berkata tak mungkin terus
berjalan, namun harapan terus saja mengalir. Berharap pada kehidupan dalam satu
petak yang nyata. Tak ada habisnya jika terus merangkai khayal sendiri.
Harusnya akan ada sebuah pertukaran pikiran meski dengan sedikit perdebatan.
Namun, itu akan menjadi sangat menyenangkan.
Entah, sudah
berapa malam berturut-turut wajahmu menyapa dalam lelapku. Walau hanya sekedar
lewat atau mengisinya penuh. Yang pasti, aku tak ingin membuatmu kehilangan
peran dalam ceritaku sendiri. Nyatanya, ada yang menolak ini terjadi. Bukan aku
yang menempatkan peran. Bukan pula aku yang mengatur setiap bagian. Kupikir aku
dapat memiliki segalanya yang ada didirimu walau hanya sementara. Menjadikanmu
siapa; sebagai tercinta disetiap malamnya. Dedikasiku untuk membuat pencapaian
dalam bagian ini gagal. Kupikir akan mudah untuk mengendalikan tempat yang
kumiliki bersama menjadi yang terindah. Akal tak menerima. Mimpi takkan nyata.
Pada dini hari
yang mulai matang, keheningan masih terasa. Mentari mulai siaga untuk hadir di
jam-jam berikutnya. Menyangkal mimpi hanya membuat lelah. Rasa rindu tak juga
tuntas. Takkan ada yang tahu hingga semuanya berlalu. Karena mimpi bukanlah
pertanda ataupun gambaran dikemudiannya. Seperti jelmaan kejutan, bunga-bunga,
dan ucapan romantis, dengan segera akan berubah menjadi bantal-bantal ekstra
ataupun selimut yang mulai tertepis oleh nakalnya kaki yang tak cukup menyadari
bahwa ini hanyalah mimpi. Waktu terus berjalan, mata tak lagi dapat terpejam.
Aku mulai membayangkan. Dikejauhan, apa yang tengah kau lakukan? Masihkah kau
tertidur pulas?
Bolehkah aku
mengambil tempat untuk merebahkan diri lagi? Sekiranya memejamkan mata walau
hanya untuk terlihat bahagia lebih sedikit lagi meski dinikmati sendiri. Tak
apa jika kualitasku untuk beristirahat penuh harus berkurang. Sehingga
dipertemuan kau dapat menjanjikan, ketika kita menelan lelap dan memejamkan
mata ditempat yang sama, aku takkan lagi membutuhkan mimpi-mimpi ini. Takkan
ada lagi bagian-bagian yang harus dikhayalkan sendiri. Tak perlu lagi berdebat
dengan akalku sendiri. Hingga tinggallah Sang Pemilik yang merahasiakan.
Satu saja. Tak
pernah ada kekuatan jika kenyataan berjalan sesuai harapan. Memang, harus
membuat diri lelah terlebih dahulu sebagaimana keinginian yang menggebu agar
mendapatkan. Tidak hanya membiarkan tubuh ini terus digeluti iming-iming dalam
dunia yang tak nyata. Jatuhkan saja segala pikiran yang terus menerus
mempertanyakan hal yang sia-sia. Ya. Tak ada langkah untuk mencoba berjalan
diantaranya. Seharusnya.
Comments