Skip to main content

Mimpi

Bahasa kalbu mulai merengkuh, mimpi menjadi satu dengan rasa. Ku pikir tidak mudah mempertahankan segala mimpi yang diangakan. Intuisiku berkata tak mungkin terus berjalan, namun harapan terus saja mengalir. Berharap pada kehidupan dalam satu petak yang nyata. Tak ada habisnya jika terus merangkai khayal sendiri. Harusnya akan ada sebuah pertukaran pikiran meski dengan sedikit perdebatan. Namun, itu akan menjadi sangat menyenangkan.

Entah, sudah berapa malam berturut-turut wajahmu menyapa dalam lelapku. Walau hanya sekedar lewat atau mengisinya penuh. Yang pasti, aku tak ingin membuatmu kehilangan peran dalam ceritaku sendiri. Nyatanya, ada yang menolak ini terjadi. Bukan aku yang menempatkan peran. Bukan pula aku yang mengatur setiap bagian. Kupikir aku dapat memiliki segalanya yang ada didirimu walau hanya sementara. Menjadikanmu siapa; sebagai tercinta disetiap malamnya. Dedikasiku untuk membuat pencapaian dalam bagian ini gagal. Kupikir akan mudah untuk mengendalikan tempat yang kumiliki bersama menjadi yang terindah. Akal tak menerima. Mimpi takkan nyata.

Pada dini hari yang mulai matang, keheningan masih terasa. Mentari mulai siaga untuk hadir di jam-jam berikutnya. Menyangkal mimpi hanya membuat lelah. Rasa rindu tak juga tuntas. Takkan ada yang tahu hingga semuanya berlalu. Karena mimpi bukanlah pertanda ataupun gambaran dikemudiannya. Seperti jelmaan kejutan, bunga-bunga, dan ucapan romantis, dengan segera akan berubah menjadi bantal-bantal ekstra ataupun selimut yang mulai tertepis oleh nakalnya kaki yang tak cukup menyadari bahwa ini hanyalah mimpi. Waktu terus berjalan, mata tak lagi dapat terpejam. Aku mulai membayangkan. Dikejauhan, apa yang tengah kau lakukan? Masihkah kau tertidur pulas?

Bolehkah aku mengambil tempat untuk merebahkan diri lagi? Sekiranya memejamkan mata walau hanya untuk terlihat bahagia lebih sedikit lagi meski dinikmati sendiri. Tak apa jika kualitasku untuk beristirahat penuh harus berkurang. Sehingga dipertemuan kau dapat menjanjikan, ketika kita menelan lelap dan memejamkan mata ditempat yang sama, aku takkan lagi membutuhkan mimpi-mimpi ini. Takkan ada lagi bagian-bagian yang harus dikhayalkan sendiri. Tak perlu lagi berdebat dengan akalku sendiri. Hingga tinggallah Sang Pemilik yang merahasiakan.

Satu saja. Tak pernah ada kekuatan jika kenyataan berjalan sesuai harapan. Memang, harus membuat diri lelah terlebih dahulu sebagaimana keinginian yang menggebu agar mendapatkan. Tidak hanya membiarkan tubuh ini terus digeluti iming-iming dalam dunia yang tak nyata. Jatuhkan saja segala pikiran yang terus menerus mempertanyakan hal yang sia-sia. Ya. Tak ada langkah untuk mencoba berjalan diantaranya. Seharusnya.


Comments

Popular posts from this blog

Kita dan Restu Semesta

Maaf, jika suatu saat cerita kita hanya tertinggal sebagai sebuah kenangan. Ini semua bukan rencanaku, sungguh. Yang aku tahu hanyalah apa yang tengah kita jalani saat ini adalah apa yang dipertentangkan oleh semesta. Kita sejalan, mereka tidak. Dan bagaimana mungkin kita bisa hidup jika semesta tidak memberikan tempat? Oh, betapa aku mengerti ini semua begitu menyiksa. Aku tak bisa untuk tidak meluapkan tangis setiap kali hubungan kita, tentangmu, diperdebatkan. Aku yang berulang kali harus berpura-pura jika tanpamu aku baik-baik saja di hadapan semesta, begitu terluka. Mengetahui bagaimana kita di masa yang akan datang, membuatku harus memberikan banyak  pain   killer  untuk hatiku. Dan untuk memberitahu padamu bahwa aku telah mengetahui ini semua, aku ingin mati saja. Bagaimana mungkin aku mampu untuk mengatakan padamu agar bisa mengikhlaskanku?  Tidak sekali-dua kali aku melihatmu berjuang dalam ketidakberdayaanmu untuk menghancurkan egoku kala aku seda...

Pa.. Ma..

Ma, seandainya bisa berkata, aku tidak ingin menikah saja. Kehilangan dia membuatku kehilangan asa atas pencarian segalanya. Aku kehilangan tujuan karena pernah membangun harapan dan cita saat bersamanya yang membuatku menguras habis segala kepercayaanku, sehingga ketika ia pergi aku tidak punya alasan lagi untuk apa dan siapa aku harus mengambil langkah dalam hubungan yang baru. Ma, maaf jika kehilangannya membuatku begitu tak berdaya. Tapi aku benar-benar tidak tau lagi bagaimana cara menata kembali hatiku yang masih penuh dengan harapan, ingatan, dan kenangan tentangnya. Membuang itu semua pun sama seperti membunuh diri. Karena hanya harapan dan kenangan itulah yang bisa membuatku setidaknya bisa berdiri hingga detik ini. Menyadari bahwa aku pernah begitu berharga untuk hidupnya. Menyadari bahwa aku pernah dicintai dengan begitu hebatnya. Meski harus usai, jiwaku masih begitu melekat pada setiap kenangan itu. Dan jika harus terus melanjutkan hidup, beginilah adanya hidup ingin ku ...

Berubah Haluan

Dalam beberapa kejadian lampau, banyak, kita sedang larut-larutnya dalam persembahan tawa. Semua itu adalah hal paling menyenangkan untuk kita. Membuat cerita yang membuat iri setiap pasang mata. Kisah kita, begitu istimewa.  Hingga kemudian.. lenyap secara perlahan. Lalu bagaimana dengan saat ini? Aku tak mampu mengambil peran itu lagi. Pun jika aku bisa, kau tak lagi bersedia untuk bergabung bersama. Aku terus berjalan, kau berubah haluan. Kembali ku ajak, langkahmu bertolak. Besok-besok, kita tak lagi berada pada cerita yang serupa. Secepat itu, kita menjadi dua orang yang tak lagi saling sapa. Bukan panggung sandiwara yang pernah kita naiki. Adalah cerita sesungguhnya yang kita miliki. Tapi tujuanmu telah berubah, persinggahan tlah diganti. Sempat pelik dunia kita sampai kau memutuskan untuk pergi. Kau tlah membuat cerita barumu, aku masih dengan cerita dulu. Dunia kita tak lagi saling bersitegang, mungkin. Namun jelas bagiku, tak lagi dalam usaha tuk kembali. ...